KABARWAKATOBI.COM, WANGI-WANGI-Pemerintah Kabupaten lewat Dinas Perpustakaan dan Kearsipan gandeng tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Sultra) menyelenggarakan kampanye literasi perpustakaan berbasis inklusi sosial di kalangan masyarakat melalui lomba membaca berantai, di desa Matahora, Kecamatan Wangiwangi Selatan (Wangsel), Rabu (22/5/2024).
Bupati Wakatobi Haliana melalui Asisten III Bidang Administrasi Umum Ahmad mengatakan, mereka sangat mengapresiasi kegiatan kampanye literasi yang dilaksanakan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Wakatobi, apalagi dalam kegiatan ini dinas juga telah berinisiatif menggandeng tim penggerak PKK dan Bunda Literasi sebagai mitra dalam pelaksanaannya.
Menurutnya, kegiatan itu merupakan suatu langkah strategis dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat. Sekaligus membuka kesadaran masyarakat untuk bijak dalam pemanfaatan kemajuan teknologi informasi, termasuk di dalamnya maraknya penggunaan media sosial dikalangan masyarakat.
Pelaksanaan kegiatan ini juga merupakan bentuk komitmen dan upaya pemerintah dalam meningkatkan budaya gemar membaca dan budaya literasi di kalangan masyarakat khususnya di desa Matahora.
Asisten III menjelaskan, program perpustakaan berbasis inklusi sosial merupakan suatu terobosan untuk menjadikan perpustakaan sebagai jendela dunia, memiliki makna yang sangat strategis, bahwa naskah lomba mengambil tema yang berkaitan dengan pengelolaan sampah dan kearifan lokal.
Menurutnya, hal itu sejalan dengan komitmen kita sebagai 10 destinasi prioritas pariwisata nasional. Maka perhatian terhadap kebersihan dan persolan lingkungan menjadi sangat penting apalagi desa Matahora merupakan salah satu pintu masuk ke Wakatobi.
“Kita patut berbangga beberapa hari yang lalu kita baru saja menjadi tuan rumah penyelenggaraan konferensi Internasional SeaBRnet ke-15 UNESCO, perhimpunan cagar biosfer negara-negara Asean. Para delegasi yang datang ke Wakatobi selain melakukan konferensi, tentu mereka berwisata menikmati keindahan alam, budaya dan keanekaragaman hayati bawah laut kita. Yang tidak kalah menarik mereka juga disuguhkan ragaman kuliner khas Wakatobi,” ungkapnya.
“Kita sangat bersyukur karena penyelenggaraan event semacam ini dapat meningkatkan perputaran ekonomi masyarakat. Hal ini terlihat dari meningkatnya tingkat hunian hotel, kebutuhan rental mobil, rumah makan dan oleh-oleh khas Wakatobi,” sambungnya.
Ahmad menerangkan, dimasa depan perpustakaan bukan lagi hanya sekedar sebuah lembaga yang mengkoleksi buku-buku, akan tetapi perpustakaan juga diharapkan dapat memberi manfaat. Bukan hanya sekedar tempat membaca, tetapi lebih dari itu perpustakaan dapat memberi nilai tambah, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui potensi yang ada di desa masing-masing.
Menyadari realita tingkat literasi masyarakat Indonesia tidak terkecuali di Kabupaten Wakatobi, bahwa berdasarkan kajian dan hasil survey menunjukan bahwa kondisi minat baca masyarakat masih jauh dari harapan. Maka sejalan dengan amanat Undang-undang Nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan, perpustakaan melakukan strategi promosi peningkatan minat baca dan pembudayaan kegemaran membaca melalui “Kampanye Gerakan Nasional Pembudayaan Kegemaran Membaca”.
Strategi promosi peningkatan minat baca dan pembudayaan kegemaran membaca diselenggarakan antara lain melalui “Lomba Membaca Berantai” ini. Maksud penyelenggaraan lomba tentu bukan sekedar kompetisi tapi sekaligus memberikan edukasi dan hiburan kepada masyarakat,
“Untuk itu kepada ibu-ibu dan saudara-saudara yang pada kesempatan ini mewakili dasawisma, karang taruna ataupun komunitas yang mengikuti lomba agar tampil santai, apa adanya dan menghibur jangan terlalu tegang. PKK dan jaringannya sampai dengan dasawisma serta karang taruna dan komunitas baca merupakan komponen penting dalam memberi edukasi dan pemahaman dalam upaya meningkatkan minat baca dikalangan masyarakat,” terangnya.
Pada kesempatan itu dia menyampaikan kepada kepala desa agar memberi perhatian dalam pembinaan dan pengelolaan perpustakaan di desa. Agar mengalokasikan anggaran yang memadai dalam APBD desanya, guna mengakselerasi pengembangan perpustakaan desa, disediakan fasilitas yang memadai dan menarik. Sehingga masyarakat akan merasa senang untuk berkunjung dan membaca di perpustakaan desa.
“Saya juga berharap kepada kepala Dinas Perpustakaan agar lebih intensif melakukan pembinaan dan meningkatkan keterjangkauan layanan perpustakaan keliling sampai di pelosok-pelosok desa. Pada kesempatan ini juga saya berharap, Dinas Perpustakaan terus meningkatkan kerjasama dengan Bunda Literasi dan stakeholders terkait lainnya. Sebagai juru kampanye serta inspirasi dalam pelaksanaan pembudayaan kegemaran membaca ditengah masyarakat, untuk mengimbangi budaya lisan dan media sosial yang saat ini melekat di masyarakat,” harapnya
Dia mengajak semua pihak untuk bersama-sama mengajak orang terdekat, keluarga, teman dan lingkungan sekitar untuk berkunjung dan membaca di perpustakaan, agar dapat meningkatkan kualitas diri, menuangkan kreativitas dan meraih prestasi.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Wakatobi Djafar mengatakan, perkembangan teknologi telah banyak mempengaruhi pola kehidupan masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan. Maraknya media sosial mulai dari facebook, instagram, tiktok dan lain sebagainya sudah menjadi candu di kalangan masyarakat mulai dari anak-anak, remaja hingga orang tua.
“Kondisi ini apabila kita tidak bijak dalam memanfaatkan akan sangat merugikan bagi
perkembangan mental khususnya di kalangan anak-anak. Anak-anak menjadi kurang tertarik dengan kondisi lingkungan sekitar, kearifan lokal dan budaya lokal. Anak-anak cenderung meniru perilaku para tokoh yang mereka lihat dan jumpai dalam media sosial tersebut,” katanya
Dijelaskannya, kampanye literasi perpustakaan berbasis inklusi sosial adalah sebuah upaya membangun kesadaran masyarakat, akan pentingnya budaya gemar membaca dan bagaimana dengan membaca itu dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Khususnya upaya meningkatkan kesejahteraan keluarganya, dengan membaca diharapkan ada nilai tambah yang diperoleh bukan saja pengetahuan akan tetapi juga manfaat secara ekonomi.
“Kegiatan ini merupakan kolaborasi antara Dinas Perpustakaan dengan tim penggerak PKK Kabupaten dan pemerintah desa Matahora. Dipilihnya desa Matahora juga memiliki alasan yang strategis karena desa matahora merupakan salah satu akses masuk ke Kabupaten Wakatobi, desa Matahora juga dikelilingi berbagai fasilitas publik seperti fasilitas pendidikan, bandara, hotel dan resort yang bertaraf internasional,” ucapnya.
Hal itu, kata dia, tentu membutuhkan kesadaran masyarakat untuk dapat menerima sekaligus memperoleh manfaat dari posisi tersebut. Adapun tema-tema pada naskah yang dilombakan antara lain tentang pengelolaan sampah dan kearifan lokal tradisi hesurabi/menyuluh. Dengan tema tersebut yang bersentuhan langsung dengan kehidupan sehari-hari masyarakat diharapkan akan menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya pelestarian lingkungan dan keberlanjutan bagi para peserta dan masyarakat.
Kegiatan lomba itu diikuti 10 peserta/kelompok yang berasal dari dasawisma di wilayah desa Matahora dan komunitas baca yang ada di pulau Wangiwangi. Untuk mencapai hasil yang optimal maka pembudayaan kegemaran membaca harus ditanamkan sejak usia dini, harus di pupuk dan di gelorakan secara serentak dan terpadu oleh semua stakeholders terkait bersama pemangku kepentingan di daerah. Termasuk di dalamnya adalah peran penting bunda literasi sebagai motivator.
“Kegiatan lomba membaca berantai ini baru pertama kali diselenggarakan oleh Dinas Perpustakaan, ke depan kegiatan semacam ini akan kami agendakan setiap tahun dengan jangkauan yang lebih luas sebagai salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk lebih mengenalkan budaya baca dan budaya literasi kepada masyarakat,” jelasnya.
Diselenggarakannya lomba tersebut diharapkan dapat menjadi motivasi bagi masyarakat, untuk dapat memperkaya wawasan melalui membaca dan kemudian menuturkannya kembali kepada teman-teman dan kelompok-kelompok yang ada.
“Mari kita manfaatkan ruang dan waktu kita secara produktif dan bijak, kalau dulu kita habiskan waktu luang kita dengan bercengkrama, bersenda gurau bahkan sesekali berdiskusi politik di bantea-bantea. Maka sekarang mari kita rubah kebiasaan tersebut dengan memanfaatkan waktu luang kita dengan mengunjungi perpustakaan atau pojok-pojok baca yang tersedia untuk membaca buku guna menambah wawasan dan pengetahuan kita,” imbuhnya.
Bunda Literasi sekaligus ketua tim penggerak PKK Eliati Haliana menyampaikan, pesatnya perkembangan teknologi memasuki hampir semua sendi-sendi kehidupan. Kalau dulu pagi-pagi harus ke pasar membeli sayur dan ikan serta kebutuhan sehari-hari lainnya. Sekarang buka Handphone dari rumah sudah bisa berbelanja secara online berbagai kebutuhan sehari-hari. Mulai dari, ikan, sayur bahkan tomat dan cabai sudah bisa didapatkan dari para penjual di lapak-lapak online.
Bukan hanya itu saja, kata Eliati Haliana, mereka juga menawarkan aneka menu makanan dan minuman yang sudah jadi. Singkatnya, hanya tinggal duduk bahkan baring-baring di rumah. Apa yang dibutuhkan sudah diantarkan sampai di depan pintu free ongkir pula.
Maraknya penjualan online ini tentu sangat dirasakan dampaknya oleh para pedagang tradisional yang menjual dagangannya di lapak/kios di pasar-pasar tradisional, mereka mengeluh pasar sepi, kurang pembeli dan lain sebagainya.
Sebenarnya pasar tidak sepi, menurut dia, perputaran uang dimasyarakat cukup tinggi, namun ada perubahan paradigma cara berbelanja dikalangan masyarakat dan ini bukan hanya terjadi pada masyarakat perkotaan tapi sudah masuk di desa-desa. Coba buka facebook ada grup lokal namanya Helo’a.
Kata dia, kalau dilihat yang menjual bukan saja orang-orang di togo sana, tapi orang Komala, orang Tindoi, orang Waginopo, dan seterusnya. Artinya pemanfaatan sosial media ini sudah menjadi konsumsi masyarakat secara umum.
“Pergeseran nilai ini harus disikapi secara arif dan bijaksana, apalagi berkaitan dengan media sosial hati-hati, sekali lagi hati-hati. Sejak dikukuhkan pada tanggal 20 Desember 2022, saya selaku bunda literasi Kabupaten Wakatobi mengemban amanah untuk menjalankan program pengembangan budaya baca. Salah satunya melalui pengembangan perpustakaan sebagai sarana belajar yang memiliki fungsi edukatif, informatif dan kreatif,” tuntasnya.
“Untuk menyukseskan itu saya butuh kerja sinergi seluruh masyarakat Wakatobi. Upaya untuk menumbuhkembangkan minat baca dan budaya baca hingga hari ini masih diliputi berbagai hambatan dan kendala. Hal yang paling utama adalah masih rendahnya kesadaran dan minat baca serta ketersedian bahan bacaan khususnya di perpustakaan desa/kelurahan sebagai pusat kegiatan masyarakat,” lugasnya.
Untuk menjawab permasalahan tersebut, kata dia, diperlukan keterlibatan banyak pihak dalam mengupayakan tumbuh kembangnya minat, gemar dan budaya baca masyarakat. Hal itu dapat di mulai dari lingkungan keluarga, satuan pendidikan maupun masyarakat, sehingga tercipta generasi yang literasi, berkarakter serta mampu mewujudkan keunggulan daerah.
“Saya sangat bahagia dan memberi apresiasi atas penyelenggaraan kegiatan ini. Melalui kesempatan ini saya mengajak ketua dan pengurus karang taruna dan para ibu-ibu dasawisma desa Matahora sebagai bagian penting dalam pembangunan di desa. Khususnya pembangunan sumberdaya manusia untuk bersama-sama dengan
pengelola perpustakaan dapat menciptakan ide-ide, inovasi dan kreatifitas untuk mengembangkan perpustakaan di desanya, sehingga kehadiran perpustakaan mampu memberi nilai tambah bagi masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
keluarganya,” tuturnya.
Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Wakatobi itu menambahkan, perkembangan teknologi informasi telah membawa dampak yang sangat luar biasa terhadap perubahan perilaku anak-anak. Sebagai seorang ibu yang memiliki tanggungjawab besar terhadap masa depan anak-anak, sekaligus sebagai generasi penerus pembangunan bangsa, dia menghimbau agar dalam memanfaatkan kemajuan teknologi informasi lebih arif dan bijaksana sebagai sarana penunjang pendidikan, dan jangan sebaliknya kemajuan teknologi justru mendegradasi etika dan moral anak-anak.
“Hal yang memprihatinkan dan menjadi tantangan kita semua adalah bagaimana mengatur waktu, mendisiplinkan diri dalam pemanfaatan gadget ditangan anak-anak dan di tangan kita sendiri. Ini menjadi sangat penting bagi kita, karena sebagai orang tua kita harus dapat memberikan contoh yang bijak kepada anak-anak kita,” pungkasnya. (Adm)