KABARWAKATOBI.COM, WANGI-WANGI-Pengusaha ikan di pulau Wangiwangi, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Sultra) mengeluhkan pelayanan kapal motor (KM) Simba milik perseroan terbatas (PT) Aksar Saputra Lines yang tidak mengangkut gabus bermuatan ikan.

Hal itu menimpa Retno pengusaha ikan asal kampung Bajo, Kecamatan Wangiwangi Selatan (Wangsel) yang hendak melakukan pengiriman tiga box ikan ke Kota Kendari, namun ditolak untuk diangkut karena beda pilihan politik di pemilihan kepala daerah baru-baru ini.

“Dari kemarin sudah ada teman yang sampaikan bahwa hati-hati besok barangnya pak haji tidak akan dimuat karena ada laporan tim bahwa mereka itu bukan di kuning, tapi orangnya merah semua,” ungkapnya ssat ditemui dikediamannya, Desa Mola Utara, Kecamatan Wangsel, Minggu (1/12/2024).

Kendati mengalani perlakuan yang kurang menyenangkan itu, kepada pemerintah daerah dia berharap agar ada solusi. Supaya kejadian serupa tidak berlarut-larut menimpa dia dan rekan-rekan serta pelaku usaha lainnya. Pasalnya, dari usaha yang sudah berjalan bertahun-tahun tersebut, sejumlah nelayan dari pulau Binongko, Tomia, Kaledupa dan nelayan dari pulau Wangwangi menggantungkan hidup padanya sebagai pengusaha yang membeli ikan dari para nelayan.

“Saya juga masyarakat, kita pembeli ini bukan juga menghidupi diri pribadi, tapi semua yang menyangkut nelayan di Bajo ini. Karena nelayan di Bajo ini sangat banyak mencapai 70-80 persen. Kan kasihan mereka, kalau kita-kita ini sudah tidak membeli ikan mereka karena barang kita ditolak untuk pengangkutan di kapal. Sementara kita bina nelayan bukan hanya di Bajo sini,” ucapnya.

Yang lebih menyedihkan lagi, dialami oleh pengusaha ikan asal Pulau Wangiwangi Emi Jaya. Dia mengungkapkan, sejumlah gabus yang berisi ikan dan gurita yang dimilikinya sudah diangkut ke dalam kapal tersebut sejak Sabtu sore sekitar jam 15.00 Wita. Rencananya akan dikirim ke kota Kendari melalui KM Simba yang jadwalnya berangkat hari Minggu jam 9.00 Wita.

Namun 9 gabus yang terdiri ikan dan gurita itu tiba-tiba diturunkan dari kapal beberapa saat sebelum kapal lepas tali menuju ke Kendari. Anehnya lagi, hanya gabus ikan miliknya yang diturunkan padahal dia sudah lebih dulu mengangkut gabus ikan dan guritanya ke dalam kapal, satu hari sebelum keberangkatan, sementara yang lain lolos. Alasannya, kata dia, karena perbedaan pilihan.

Dia menjelaskan, bahwa keesokan harinya dengan pertimbangan bahwa beda manajemen kapal sehingga dia berinisiatif untuk mengangkut sejumlah gabusnya itu ke kapal Alsudais di bawah naungan PT Pelayaran Agil Pratama. Namun bisa diangkut asalkan membayar sebesar Rp200 ribu per gabusnya. Tarif itu menurutnya hanya berlaku untuk pemilih merah, tidak berlaku bagi pemilih kuning.

“Terus berlanjut lagi sama hari ini. Hari ini tidak dimuat barangnya. Ada lagi ABK nya tadi yang bilang bisa dikasih naik tapi harganya Rp200 ribu, sementara di hari-hari biasa itu Rp60 ribu. Saya tanya kenapa sampai dinaikkan sampai Rp200 ribu, jawabannya terserahnya kita, kita yang punya kapal,” ungkapnya saat membahas itu bersama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan manajemen perusahaan pelayaran di Wangi, Senin (2/12/2024).

Menanggapi persoalan dugaan diskriminasi tersebut, agen PT Aksar Saputra Liner Cabang Wanci Dani Fardiman beralasan bahwa mereka mengantisipasi lonjakan penumpang di Waode Buri.

“Ini saya hanya menyampaikan apa yang disampaikan sama pihak Anak Buah Kapal (ABK) kemarin. Ini pernyataan dari pihak KM Simba kemarin.,mohon maaf sebelumnya untuk kejadian kemarin, penolakan barang atau muatan itu karena kami selaku kru Simba 01, mengantisipasi karena kami melihat penumpang yang begitu banyak dan adanya pemberitahuan dari agen di Waode Buri. Bahwa penumpang di sana juga begitu banyak. Maka saya sebagai mualim satu dan nahkods Simba 01 dan kru lainnya, kami ambil tindakan untuk menolak barang sebagian atau muatan untuk menghindari adanya bahaya di laut,” katanya saat membacakan pesan dari ABK Simba 01.

Perwakilan dari PT Pelayaran Agil Pratama Muhammad Sarman menerangkan, tugas mereka adalah menangani secara administrasi, kelengkapan administrasi untuk kelancaran operasional kapal. Dua jam sebelum kapal datang, manajemen melaporkan ke syahbandar kelengkapan administrasi. Sebelum berangkat juga, 2 jam kemudian manajemen sudah mengajukan lagi. Di sela-sela itu mereka memeriksa dokumen apa yang tidak layak untuk diikutkan sebagai syarat.

“Sekali lagi kami sampaikan, kami adalah perwakilan dari PT pelayaran. Kenapa kami berada disini, karena kami juga bisa berperan untuk menyambung komunikasi dari kami ke ABK, maupun kami mungkin ke pimpinan perusahaan. Terkait dengan fenomena yang ada 2 hari ini, termasuk ini tadi, saya sudah berada disini baru saya mendapatkan informasi. Masalah penolakan penumpang, dia naikkan tiba-tiba itu tarif, itu adalah masalah teknis, masalah teknis. Itu di luar domain dan pengetahuan kami. Masalah ABK langsung lintas komunikasi dengan pemilik kapal atau dengan pimpinan perusahaan, itu pun juga mungkin di luar kami,” bebernya.

“Jadi sekali lagi saya sampaikan di sini, kami di sini adalah perusahaan pelayaran. Bisa kami berada di sini, bisa akan mewakili. Ini loh keluhannya, ini ternyata yang terjadi. Baik ke operator maupun nanti ke pimpinan perusahaan. Jadi intinya untuk masalah paling berwenang itu mungkin bisa langsung ke direktur/pimpinan perusahaan atau dengan ABK,” lanjutnya.

Jawaban itu sontak mendapat reaksi dari para pengusaha dan nyaris terjadi kericuhan di ruang rapat kantor Bupati. Mereka mempertanyakan kehadiran pihak perusahaan pelayaran yang dinilai tidak dapat menghadirkan solusi yang konkret untuk sejumlah perlakuan yang mereka alami.

“Apa hak datang di sini kalau tidak mampu melahirkan solusi dan kesimpulan,” cecar Anwar salah seorang pengusaha pada rapat tersebut.

Di kesempatan itu, Bupati Wakatobi Haliana menegaskan kepada pelaku usaha pelayaran, buruh, Syahbandar dan sejumlah pihak agar lebih bijak menanggapi diskriminasi yang dialami warganya.

“Di situ ada pelayanan publik, dan kalau memang ini tidak menemukan solusi, Syahbandar juga melihat secara administrasi, lengkap dan tidak perduli dengan masalah. Saya sampaikan, bahwa saya tutup pelabuhan, kapal-kapal gak usah melayani. Kalau syahbandar masyarakat juga mau memfasilitasi di pelabuhan Pangulubelo, saya perlu sampaikan bahwa otorita pelabuhan hanya sampai depan pintu gerbang,” tegasnya.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Pemerintah Daerah Kepulauan dan Pesisir Seluruh Indonesia (Aspeksindo) itu dengan lugas menyampaikan, bagi pihak-pihak yang tidak siap untuk melayani masyarakat maka segera sampaikan ke Pemerintah Daerah (Pemda).

“Depan pintu gerbang saya palang, harapan saya ada solusi, teman-teman pengusaha juga silahkan memberikan statement yang bagus, supaya kita tidak terjadi seperti ini. Kalau Anda tidak siap untuk melayani masyarakat, berhenti. Saya sampaikan, perintahkan kepada Satpol PP, Dinas Perhubungan mulai sekarang lepas tali semua kapal-kapal yang sandar di pelabuhan sana. Silakan anda bertambat labuh di manapun. Nah, kalau Anda mengatakan tidak siap, segera sampaikan kepada kami pemerintah daerah, supaya kami juga bisa menyahuti teman-teman yang ada sekarang, untuk memberikan pelayanan yang baik dan mencarikan solusi. dari kapal-kapal yang lain,” pungkasnya.

Komentar

Silakan masukkan komentar anda!
Masukkan Nama *Wajib